Eranasional.com – Belajar itu tidak mengenal waktu. Acapkali belajar tidak harus menyempatkan waktu atau menyediakan waktu tertentu yang telah terformat dengan rapi. Namun alangkah lebih baiknya jika belajar sendiri bisa menyesuaikan waktu dan malah fleksibelitas. Belajar butuh waktu, namun waktu harus bisa kita jadikan spirit dalam belajar maupun pembelajaran.

Selama manusia itu hidup dia perlu banyak belajar. Hidup dan belajar seolah merupakan suatu korelasi sinergis untuk mengisi hidup dan tentunya yang tak kalah pentingnya yaitu untuk menaikkan taraf dan kualitas hidup. Dengan belajar kita akan bisa berpindah rating minimal selangkah lebih maju. Belajar itu fleksibel dan tidak kenal lelah maupun waktu. Belajar tidak dibatasi oleh usia. Sejak dini maupun di usia berapa pun tidak bisa dirintangkan dalam prosesi belajar.  Namun demikian kemauan yang keras untuk mencapai dan menggapai pengetahuan yang mendasarinya menjadi bekal hidup kita.

Tetapi terkadang banyak orang yang salah penafsiran dalam pengimplementasian. Pengaruh adanya perubahan zaman dan juga tak kalah penting dengan pola mendidik bisa menjadi faktor mengapa anak bisa bosan dan stress belajar di rumah apalagi di sekolah. Perkembangan perubahan zaman yang sudah sangat modern dan tuntutan zaman yang memaksakan anak secara tidak langsung untuk penuntutan bersaing dalam segala hal, pendidikan dan pola asuh orangtua yang keras dan diktator. Dengan sendirinya tanpa disadari sebagai orangtua sering kali melampiaskan ambisi yang belum dicapainya dan menekan anak atau lebih dalam lagi  memaksakan kehendaknya kepada anak.

Anak dituntut untuk  harus selalu mendapat nilai yang baik dan bagus. Ketika anak  mendapat nilai yang tidak bagus anak akan dimarahi atau dihukum, tapi sebaliknya ketika anak mendapat nilai yang diharapkan oleh orangtuanya, apakah orangtua konsekuensi penuh dengan tuntutannya? Apakah orangtua memberikan pujian, hadiah atau lebih-lebih penghargaan yang sepadan dengan jerih payah dan usaha yang telah dicapai dan ditunjukkan  anak kepada orangtuanya?

Melihat kenyataan yang masih banyak kita temukan di masyarakat luas seperti ini sungguh sangat menyedihkan. Sepertinya orangtua tidak mau tahu tentang kesulitan yang memang benar-benar dialami si anak. Ketika anak mendapat nilai yang sedikit bagus mungkin bisa menjadi kebanggaan maupun obat jerih payah orangtua yang selama ini merawat dan selalu mendorongnya. Memang, anak perlu berprestasi dan rajin belajar untuk bekal hidupnya kelak dewasa nanti guna menyongsong kehidupannya yang penuh arti. Namun demikian orangtua pun perlu menyadari akan kemampuan tiap anak itu tidaklah sama atau malah jauh berbeda, orangtua perlu memberikan perhatian, dorongan maupun kesiapannya guna yang lebih ke pendekatan dan bimbingan kepada setiap anak-anak yang mereka bangga dan idamkan.

Anak memang harus belajar untuk mendapatkan pengetahuan. Pengetahuan yang menjadi dasar hidup dan akan mengubah kehidupannya yang tidak hanya sekadar kewajiban belajarnya. Namun lebih ke peningkatan dan penguasaan mutu dan naiknya rating kehidupannya. Nilai yang diperoleh anak dengan baik akan tidak berarti kalau hanya merupakan sekadar tuntutan dan bukan didapatkannya karena kesadaran diri bahwa dia mendapat pengetahuan untuk menjadi pandai dan kaya pengetahuan.

Sebagai bahan pertimbangan kita untuk menjadi perenungan adalah bagaimana agar si anak  bisa mengerti, paham, dan menyadarinya dengan penuh kesadaran. Bahwa lewat belajar yang hanya bisa mengubah tingkah laku atau pengalaman yang tidak baik dan tidak mengulangi kesalahan yang sama dan serupa. Kita juga harus memberi pengertian kepada si anak betapa pentingnya belajar untuk mendapatkan ilmu dan pengetahuan yang lebih dominan.

Orangtua seyogianya diharapkan bisa mendampingi anak-anaknya ketika sedang belajar dan bisa menjadi sahabat dalam menyelesaikan kesulitan mereka. Hal ini penting sekali karena dengan menerapkan kondisi yang seperti ini yang bakal menciptakan kemantapan dan kesungguhan anak dalam mengenyam pendidikan. Tentunya dengan dorongan spirit yang bisa dijadikan sugestif yang mumpuni. Ketika kita bicara masalah belajar, pasti yang terlintas di benak kita adalah sekolah dan nilai. Itu tidak salah. Berusaha memperoleh kepandaian/ilmu, berlatih, maupun berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh adanya pengalaman, sebagaimana yang termaktub dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Itulah yang menjadi alasan orangtua untuk menyekolahkan anak-anaknya yang dijadikan dasar permulaan penentuan kualitas hidupnya.

Biasanya anak – anak akan suka dengan permainan. Ini juga bisa dijadikan alat untuk belajar. Belajar sambil bermain khusus untuk anak balita bisa dijadikan pengalaman yang menyenangkan dan sangat berharga bagi si anak. Bagi anak yang cenderung agak aktif  bisa diberikan kegiatan yang bermanfaat, seperti membuat laporan dari pengamatan praktik yang dilakukan, anak bisa diberi kepercayaan untuk menjadi pemimpin yang mengatur dan mengelola suatu kegiatan.

Jadi sesungguhnya belajar itu tidak statis tetapi dinamis, selalu ada pergerakan dan perkembangan. Perubahan metode dan cara pengajaran pun perlu pembaruan. Tenaga pendidik pun harus memiliki banyak ide dan kreatif dalam melakukan pembelajaran bersama siswanya. Pembelajaran yang menyenangkan bisa memakai media yang sederhana dan ditemukan di sekitar kita atau dikenal dengan istilah back to nature (belajar dari alam).

Sebagai penegasan yang bertanggung jawab, seyogianya:

  • Orangtua tidak menuntut anak dengan nilai yang bagus, tapi mengerti   akan kemampuan anak dan memahami kesulitan anak.
  • Orangtua bisa mendampingi dan membantu anak belajar di rumah.
  • Orangtua bisa bekerja sama dengan guru di sekolah apabila anak mengalami kesulitan belajar.
  • Orangtua bisa belajar untuk mencari solusi dengan prinsip belajar itu menyenangkan dan tidak membosankan.

 

Dengan demikian maka prosesi kegiatan belajar dan mengajar dengan kompetensi relevansi pun akan tercipta dengan tingkat praktis yang tinggi.