Ilustrasi (Foto: Net)

TANGSEL, Eranasional.com – Kepala UPTD P2TP2A Tangerang Selatan Tri Purwanto menyarankan para orang tua untuk tidak segan memeriksa handphone anak-anaknya, agar anaknya terhindar dari segala bentuk kekerasan.

“Orang tua harus berani memeriksa handpone anaknya. Terkadang ada chat yang sifatnya dirahasikan oleh anak. Karena itu awal terjadinya kekerasan pada anak, kalau orang tua tidak mengawasi itu,” kata Tri, kemarin.

Menurut Tri, orang tua sangat berperan penting dalam mengawasi setiap tumbuh kembang anaknya. Selain itu, juga diharapkan dapat menerapkan pola asuh yang baik dengan cara melibatkan diri di setiap perkembangan anak.

“Orang tua harus bisa berkomunikasi dengan baik ke anaknya. Karena perkembangan sekarang dari internet, video kekerasan seksual dan sebagainya cepat menyebar,” ujarnya.

Tri pun menyarankan, baik ayah atau ibu, tidak saling lempar tanggung jawab perihal pola asuh, karena setiap anak pasti mencontoh figur dari orang tuanya.

“Kemudian pola asuh keluarga. Tidak hanya ibu, tapi ayah juga punya peran penting dalam mengasuh anaknya. Jangan saling menyerahkan tanggung jawab, karena anak pasti mencontoh figur orang tua,” imbuh Tri.

Tri mengungkapkan, pada tahun 2022, sebanyak 315 kasus kekerasan pada anak dan perempuan ditangani P2TP2A Tangsel. Dengan rincian, korban anak laki-laku 63, anak perempuan 104, dan perempuan dewasa 148 orang.

Sebanyak 297 kasus terjadi di wilayah Tangsel dan melibatkan korban yang merupakan warga Tangsel. Sedangkan, 18 kasus lainnya tercatat sebagai kategori di luar Tangsel. Jumlah 18 kasus itu meliputi warga Tangsel yang menjadi korban kekerasan di luar wilayah Tangsel, atau warga luar yang menjadi korban kekerasan di wilayah Tangsel.

Dia menyebut, jumlah kasus yang ditangani P2TP2A Tangsel pada tahun 2022 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang berjumlah 179 kasus.

“Tahun sebelumnya totalnya 179 kasus. Ada peningkatan kasus,” tegasnya.

Tri menilai, semakin banyaknya kasus yang ditangani merupakan hal yang positif pada penindakan kasus kekerasan pada perempuan dan anak.

Selain itu, ia juga mengapresiasi warga yang berani melaporkan kejadian kekerasan tersebut. Menurut dia, semakin banyak kasus merupakan indikasi keberhasilan sosialisasi yang selama ini dilakukan.

“Keberhasilan kita dalam melakukan sosialisasi di masyarakat, di dunia Pendidikan atau di instansi, itu sudah aktif dilakukan sejak Agustus 2022. Makanya, apa yang dilaukan dinas membuat orang tua atau korban berani melapor ke kita,” kata Tri.

“Ini justru bukan buruk, tapi inilah pengetahuan yang ingin kita sampaikan, bahwa setiap kejadian kekerasan harus dilaporkan,” sambungnya.

Tri menyatakan, tidak semua kasus yang menyangkut perempuan dan anak harus berujung pada penyelesaian secara hukum. Akan tetapi, masih ada upaya untuk mediasi sesuai dengan aturan Undang-undang yang berlaku.

Jika yang dibutuhkan korban merupakan penanganan trauma healing, maka P2TP2A akan memberikan layanan psikolog.